Logo Header

PH Terduga Pelaku Penganiayaan Adukan Oknum Penyidik Polsek Rappocini ke Kapolda

Redaksi
Redaksi Jumat, 29 April 2022 03:54
Law Firm Farid Mamma and Partnert.
Law Firm Farid Mamma and Partnert.

WAJAHINDONESIA.CO.ID, MAKASSAR – Seorang pelajar inisial MF (18) melalui Tim Penasehat Hukumnya yang tergabung dalam Law Firm Farid Mamma S.H., M.H. & Partners mengadukan oknum penyidik Polsek Rappocini Makassar ke Kapolda Sulsel, Kamis 27 April 2022.

Adejtamo Alfiansyah Farid, salah seorang anggota Tim Penasehat Hukum yang tergabung dalam bendera Law Firm Farid Mamma S.H., M.H. & Partners mengatakan, pengaduan yang dilakukan pihaknya ke Kapolda Sulsel tersebut, lantaran kliennya diduga mendapatkan perlakuan intimidasi dan kekerasan fisik saat dalam pemeriksaan oleh penyidik Polsek Rappocini Makassar.

“Jadi klien kami dituduh terlibat penganiayaan. Tapi yang Kami sesalkan klien kami diduga mendapatkan intimidasi saat diambil keterangannya oleh oknum penyidik di Polsek Rappocini. Klien kami bahkan dalam kondisi telanjang dada sampai berujung pada tindakan kekerasan fisik dengan memukulkan kayu ke badan Klien kami beserta para terduga pelaku lainnya oleh oknum penyidik Polsek Rappocini jika ditemukan salah dan/ atau keliru dalam memberikan suatu keterangan pada saat pemeriksaan oleh penyidik,” ungkap Alfiansyah Farid.

Awalnya, kata dia, kejadian ini bermula tepatnya pada tanggal 27 Maret 2022 sekitar pukul 10.00 wita. Di mana saat itu, orang tua dari Kliennya diberitahukan oleh salah satu temannya bahwa ia sedang dicari oleh oknum anggota Resmob Polda Sulsel inisial ZA.

“Klien saya bersama orang tuanya, Ricky dan Fatmawati dengan koperatif mendatangi rumah ZA untuk mempertanyakan maksud dan tujuannya ia mencari klien kami,” ucap Alfiansyah Farid.

ZA yang ditemui di rumahnya lalu mengatakan jika MF diduga terlibat dalam tindak pidana dugaan penganiayaan dengan memperlihatkan bukti seperti motor yang diduga digunakan oleh MF.

“Tapi klien kami, MF membantah dan mengatakan jika dirinya tidak pernah menggunakan motor dan tidak pernah terlibat kasus tersebut,” tutur Alfiansyah Farid.

Selanjutnya MF dibawa ke Posko Resmob Polda Sulsel untuk diambil keterangannya dengan adnaya jaminan keselamatan dari ZA.

“ZA ini menyakinkan orang tua klien kami, MF kalau MF hanya akan dimintai keterangannya dan bukan untuk ditahan,” jelas Alfiansyah Farid.

Pada saat MF berada di Posko Resmob Polda Sulsel, orang tua MF tidak pernah lagi mendapatkan informasi mengenai anaknya, MF sehingga orang tuanya merasa sangat khawatir.

“Sebelum klien kami MF ditangkap bersama dengan terduga pelaku lainnya dalam perkara a quo, Klien kami beserta para terduga pelaku diantaranya AW dan EX semuanya tidak berada di tempat kejadian perkara dan tidak tahu-menahu atas kejadian tindak pidana yang dimaksudkan dari pihak Kepolisian. Menurut keterangan Klien kami MF dan terduga pelaku lainnya, bahwa pada hari kejadian tindak pidana dalam perkara a quo, mereka berada dalam lorong tempat kediaman mereka tinggal, begitupun dengan keterangan-keterangan keluarga dan kerabat klien kami dan para terduga pelaku lainnya,” ungkap Alfiansyah.

Lebih lanjut Alfiansyah mengungkapkan bahwa setelah kliennya MF dimintai keterangan, pihak Resmob Polda langsung melimpahkan penanganannya ke Polsek Rappocini, hingga Klien kami berserta para terduga pelaku dihadapkan ke penyidik Polsek Rappocini dan segera dilakukan proses BAP.

Namun disayangkan, kata Alfiansyah Farid, di mana pada proses pemeriksaan oleh penyidik, Kliennya MF dan terduga pelaku lainnya diduga mendapatkan perlakuan intimidasi dan kekerasan fisik.

“Jadi untuk memperoleh pengakuan dari kliennya dan para terduga pelaku lainnya, oknum penyidik diduga melakukan kekerasan fisik dengan memukulkan kayu ke badan kliennya dan terduga pelaku lainnya saat proses pemeriksaan. Kliennya saya diduga dipukul dalam kondisi telanjang dada oleh oknum penyidik Polsek Rappocini jika ditemukan salah dan/ atau keliru dalam memberikan suatu keterangan pada saat pemeriksaan,” terang Alfiansyah Farid.

Ia juga mengatakan bahwa barang bukti yang disita oleh penyidik Polsek Rappocini berupa Helm merek KYT Retro milik kliennya, MF yang diperoleh di rumah EX, baju yang digunakan oleh MF dan celana Levi’s warna abu-abu dengan robekan di lutut milik AW, di mana barang bukti sitaan berupa helm merek KYT Retro milik MF yang diperoleh di rumah EX memiliki sticker di bagian belakang helm, sementara hasil dari rekaman CCTV yang diperoleh tidak memiliki sticker di bagian belakang helm yang dijadikan sebagai barang bukti oleh penyidik Polsek Rappocini.

Demikian juga, lanjut Alfiansyah Farid, terkait barang bukti berupa pakaian MF yang disita sebagai barang bukti tersebut, tidak sama dengan hasil rekaman CCTV yang dijadikan dasar oleh Penyidik Polsek Rappocini.

“Berdasarkan hasil rekaman CCTV yang beredar, Klien kami dan terduga pelaku lainnya tidak mempunyai atau memiliki kendaraan motor warna merah dan putih berdasarkan hasil rekaman CCTV, sementara klien kami hanya memiliki kendaraan bermotor merk honda beat berwarna biru milik orang tuanya. Sedangkan terduga pelaku lainnya tidak memiliki kendaraan seperti hasil dari rekaman CCTV yang dijadikan dasar penangkapan,” ungkap Alfiansyah Farid.

Lebih lanjut, kata Alfiansyah Farid, mengenai barang bukti yang disita berupa celana Levi’s dari terduga pelaku lainnya salah satunya milik AW itu tidak sama berdasarkan hasil rekaman CCTV.

“Celana yang disita oleh penyidik dan digunakan oleh terduga pelaku AW ada robekan di posisi lutut, sedangkan hasil rekaman CCTV tidak memiliki robekan sama sama sekali di bagian lutut,” beber Alfiansyah Farid.

Tak hanya itu, alasan pihaknya mengadukan tindakan oknum Penyidik Polsek Rappocini ke Kapolda Sulsel tersebut, kata Alfiansyah Farid, karena pada saat kliennya MF ditahan baru diberikan beberapa lembar surat, antara lain Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan Nomor : A.C / 49 / III / Res.1.6 / 2022 / Reskrim tertanggal 28 Maret 2021, Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.Han / 43 / III / Res.1.6 / 2022 / Reskrim tertanggal 29 Maret 2022, Surat Perintah Penangkapan Nomor : SP. Kap / 77 / III / Res.1.6 / 2022 / Reskrim yang dikosongkan pada format tanggal dikeluarkan surat serta Surat Perpanjangan Penahanan Nomor: 117 / P.4.10 / EKU.1 / 04 / 2022 tertanggal 11 April 2022.

“Sebelumnya terduga pelaku lainnya EX diamankan dan ditahan bersama klien kami MF serta seorang lainnya terduga pelaku. Namun berselang kurang lebih 2 pekan, penyidik justru melepaskan terduga pelaku EX dengan dalih tidak terbukti,” jelas Alfiansyah Farid.

Tak sampai di situ, alasan lainnya pengaduan pihaknya ke Kapolda Sulsel, lanjut Alfiansyah Farid, karena pada saat dilakukan rekonstruksi, Kliennya dan terduga pelaku lainnya menolak memperagakan yang sebenarnya.

Kliennya MF dan terduga pelaku lainnya, kata dia, tidak mengetahui kronologi tindak pidana dugaan penganiayaan yang disangkakan oleh penyidik, tetapi penyidik diduga tetap memaksa untuk memperagakan sesuai keterangan BAP kliennya dan terduga pelaku lainnya yang diperoleh penyidik.

Alfiansyah Farid mengungkapkan, pada saat dilakukan rekonstruksi, kliennya MF dan terduga pelaku lainnya telah mengatakan jika keterangan dalam BAP tersebut terpaksa diakui karena sudah tidak tahan dengan dugaan siksaan serta dugaan intimidasi yang dilakukan oleh oknum penyidik.

“Selanjutnya klien kami MF menunjuk salah satu Penyidik Polsek Rappocini in casu inisial AR yang diduga melakukan kekerasan fisik terhadap klien kami dan terduga pelaku lainnya, EX. Oknum Penyidik AR mengakui perbuatannya dan disaksikan serta didengar oleh salah satu kuasa hukum pelaku dalam perkara a quo ini,” Alfiansyah Farid mengungkapkan.

Berdasarkan dari uraian tersebut di atas, sebagai Kuasa Hukum terduga pelaku MF, pihaknya mengajukan permohonan perlindungan dan keberatan hukum atas diri kliennya, MF dengan tindakan kesewenang-wenangan oknum aparat Kepolisian in casu Penyidik dan Oknum Kepolisian Polsek Rappocini yang masing-masing menangani dan terlibat dalam perkara a quo dengan tidak berdasarkan hukum yang pada pokoknya:

Orang tua kliennya beserta kliennya sendiri dalam perkara a quo, telah bersikap koperatif dengan memberanikan diri untuk menghadap kepada ZA selaku anggota Resmob Polda Sulsel dengan menepis tuduhan bahwa kliennya tidak terlibat dalam perkara a quo.

“Menurut kami tindakan dari Klien kami secara sadar ingin membantah tuduhan dari anggota Resmob Polda Sul-Sel, jika demikian benar yang melakukan tindak pidana adalah Klien kami, tidak mungkin orang tua dari Klien kami ingin menyerahkan begitu saja kepada anggota Resmob Polda Sul-Sel yang kemudian dari Klien kami sendiri dengan secara sadar dan berani untuk menghadap dan membantah segala tuduhan yang dimaksudkan dalam perkara a quo,” terang Alfiansyah Farid.

Berdasarkan keterangan pada fakta hukum di poin 1, 2, dan 3 di atas, penyidik Polsek Rappocini, kata Alfiansyah Farid, tidak melakukan tugas penyelidikan lebih dulu sesuai Pasal 5 KUHAP dalam perkara a quo.

Karena tidak dilakukan penangkapan terhadap Kliennya melainkan Kliennya dan orang tuanya yang mendatangi anggota Resmob Polda Sul-Sel untuk membantah tuduhan yang dimaksudkan dalam perkara a quo, sehingga yang menjadi dasar Kliennya ditahan karena diduga teridentifikasi dengan ciri-ciri yang sesuai dengan bukti hasil rekaman CCTV, sementara penyidik tidak bisa menemukan barang bukti berupa kendaraan sepeda motor seperti yang digunakan pelaku dalam perkara a quo dari hasil rekaman CCTV pada diri kliennya dan terduga pelaku lainnya.

“Karena penyidik tidak melalui proses penyelidikan secara mendalam yang sesuai dalam Pasal 5 ayat (1) KUHAP,” kata Alfiansyah Farid.

Dalam Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP. Kap/77/III/Res.1.6/2022/Reskrim yang menjadi dasar dilakukan penangkapan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/521/III/2022/Res Tabes Mksr/Sek Rappocini, kata dia, berbeda nomor dengan Laporan Polisi sebagai dasar, dengan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/43/III/Res.1.6/2022/Reskrim dasar Laporan Polisi Nomor: LP/251/III/2022/Res Tabes Mksr/Sek Rappocini, dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: A.C/49/III/Res.1.6/2022/Reskrim dasar Laporan Polisi Nomor: LP/251/III/2022/Res Tabes Mksr/Sek Rappocini, tanggal 26 Maret 2022.

Demikian juga pada format kolom tanggal pada surat perintah penangkapan tidak di cantumkan tanggal dikeluarkannya surat perintah penangkapan tersebut.

“sehingga kami menilai cacat secara administratif,” tegas Alfiansyah Farid.

Terduga pelaku MF dan terduga pelaku lainnya, kata dia, dituduh melakukan suatu tindak pidana penganiayaan yang perolehannya berdasarkan hasil rekaman CCTV yang beredar di media, sementara dari analisa fakta yang dilakukan kuasa hukum, tidak menemukan tindakan penganiayaan satu pun dalam hasil rekaman CCTV yang dikumpulkan oleh penyidik.

Adapun lanjut Alfiansyah Farid, bahwa dari keterangan unit Jatanras Polrestabes Makassar dalam akun Instagram yang diunggah pada tanggal 28 Maret 2022, di mana dalam keterangan hasil rekaman CCTV yang mereka peroleh dan telah dilihat jelas terpotong-potong dan/ atau tidak utuh sehingga tidak bisa membuktikan hasil penganiayaan yang dimaksudkan dalam perkara a quo terhadap Kliennya MF dan terduga pelaku lainnya.

Dalam unggahan tersebut, kata dia, Jatanras Polrestabes Makassar menerangkan bahwa dari 9 titik lokasi CCTV hanya 8 yang berhasil mereka kumpulkan.

“Menurut kami dalam perolehan tersebut tidaklah membuat terang suatu tindak pidana, yang mana dalam hasil rekaman CCTV tersebut diperoleh dengan tidak lengkap dan tidak utuh, sehingga tidak bisa membuktikan adanya penganiayaan terhadap Klien kami dan para terduga pelaku lainnya,” ucap Alfiansyah Farid.

Kepolisian, kata dia, hanya melakukan hasil identifikasi pelaku dari rekaman CCTV sehingga Kliennya MF dan para terduga pelaku lainnya berhasil diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri dari hasil rekaman CCTV yang sebenarnya dari hasil tersebut tidak sama dan jelas berbeda seperti apa yang ditemukan oleh Kepolisian seperti yang telah pihaknya jelaskan pada fakta hukum tersebut di atas.

“Sehingga kami simpulkan bahwa alat bukti yang telah dikumpulkan oleh penyidik tidak lengkap dan tidak bisa membuktikan adanya suatu tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam perkara a quo. Sementara dalam menetapkan suatu tersangka, penyidik harus memperoleh minimal 2 alat bukti permulaan yang cukup berdasarkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014 menafsirkan “bukti permulaan yang cukup” sesuai pasal 184 KUHAP,” terang Alfiansyah Farid.

Ia mengatakan, dalam proses BAP di Polsek Rappocini oleh penyidik dan oknum penyidik yang menangani perkara a quo diduga melakukan tindakan brutal dengan melakukan dugaan intimidasi dan kekerasan fisik kepada Kliennya MF dan para terduga pelaku lainnya semata-mata untuk memperoleh pengakuan dari kliennya MF dan para terduga pelaku lainnya bahwa merekalah yang melakukan tindakan penganiayaan.

Dengan dugaan tindakan brutal tersebut, terduga pelaku MF dan para terduga pelaku lainnya sangat terpaksa mengakui perbuatan yang selama ini mereka tidak pernah lakukan, karena kondisi mereka saat itu tidak tahan dan merasa kesakitan menerima dugaan kekerasan fisik dari oknum Kepolisian yang menangani perkara a quo.

Menurut Alfiansyah Farid, tindakan penyidik dan oknum penyidik yang menangani perkara a quo telah melanggar ketentuan perundang-undangan sebagaimana KUHAP adalah sebagai payung dalam melaksanakan Hukum Acara Pidana berdasarkan Hak Asasi Manusia yang menjamin pemenuhan hak-hak tersangka in casu Klien kami dan para terduga pelaku dengan dasar azas praduga tidak bersalah yang harus dijunjung tinggi in casu penyidik dan oknum penyidik Polsek Rappocini sebagai aparat penegak hukum khususnya, untuk mencegah terjadinya suatu tindakan sewenang-wenang dan/ atau represif dari aparat Kepolisian yang berwenang dalam menjalankan tugasnya.

Kemudian, lanjut Alfiansyah Farid, perolehan pengakuan dari tersangka in casu terduga pelaku MF dan para terduga pelaku lainnya bukanlah suatu alat bukti seperti yang dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP.

Akan tetapi kata dia, pemeriksaan tersebut dinilai cacat secara formil, karena Kepolisian in casu penyidik menggunakan asas inkuisitor (tersangka sebagai objek pemeriksaan) dengan menggunakan segala cara untuk mendapatkan pengakuan dari terduga pelaku MF dan para terduga pelaku lainnya, dan dari pemeriksaan tersebut bukan merupakan suatu alat bukti yang diperoleh secara sah sehingga berisi suatu pengakuan yang terekayasa, sementara KUHAP telah berlaku asas accusatoir (tersangka sebagai subjek pemeriksaan) yang tidak dilakukan oleh penyidik yang menangani perkara a quo.

Aparat Kepolisian in casu penyidik dan oknum penyidik Polsek Rappocini yang menangani perkara a quo tersebut, kata Alfiansyah Farid, diduga melakukan perbuatan salah tangkap (error in persona) terhadap terduga pelaku MF, seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa MF tidak cukup bukti kuat untuk dijadikan sebagai tersangka.

Perolehan alat bukti yang dijadikan dasar, menurut Alfiansyah Farid, adalah tidak sah dan tidak lengkap, dan dengan dugaan bahwa ada semacam kecenderungan untuk mempercepat disusunnya BAP. Di mana penyidik diduga cenderung menghalalkan segala cara termasuk menekan tersangka di bawah ancaman ketakutan disertai penyiksaan.

“Sehingga hasil pemeriksaan tersebut berisi pengakuan yang terekayasa, dengan dalih itu kami harap penyidik POLRI, khususnya penyidik Polsek Rappocini agar lebih Profesional dalam melaksanakan tugasnya dengan mengedepankan Asas Praduga Tidak Bersalah secara baik dan konsekuen tanpa melihat asas inquisitoir yang telah lama ditinggalkan oleh KUHAP,” terang Alfiansyah Farid.

Berdasarkan dugaan perbuatan yang dilakukan oleh oknum aparat Kepolisian in casu penyidik dan oknum penyidik Polsek Rappocini diduga telah melanggar Pasal 14 huruf (d), huruf (e), dan Pasal 20 Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian, Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 422 KUHPidana.

Oknum Aparat Kepolisian in casu penyidik yang menangani perkara a quo, kata dia, telah merusak marwah dan mencederai kerja keras dan komitmen yang dibangun oleh Institusi Kepolisian RI yang PRESISI, dengan tindakan Kekerasan dan Intimidasi dan diduga keliru dalam melakukan penangkapan mengenai orang dalam hal ini terhadap MF yang disebutkan dalam fakta hukum tersebut di atas.

“Sesuai instruksi Kapolri yang mengatakan bahwa “kepada seluruh Kapolda dan Kapolres untuk tidak ragu memberikan sanksi tegas berupa pidana atau pemberhentian tidak dengan hormat kepada oknum personel anggota Kepolisian yang melanggar aturan saat menjalankan tugasnya,” jelas Alfiansyah Farid.

Dengan uraian di atas, selaku Kuasa Hukum tersangka MF, Alfiansyah Farid memohon agar Kapolda Sulsel dalam hal ini Dirkrimum Polda Sulsel agar memanggil dan memeriksa Penyidik Polsek Rappocini, sesuai dengan Instruksi Kapolri yang masing-masing menangani dan terlibat dalam perkara a quo.

“Kami juga meminta kepada Kapolda Sulsel dalam hal ini Dirkrimum Polda Sulsel untuk mengarahkan agar dilakukan gelar perkara khusus di Polda Sulsel,” Alfiansyah Farid menandaskan.

Redaksi
Redaksi Jumat, 29 April 2022 03:54
Komentar