Penanggulangan HIV/AIDS di Makassar Krisis Pendanaan

WAJAHINDONESIA.CO.ID.MAKASSAR- Sejumlah lembaga pemerhati kasus HIV/AIDS di Makassar khawatir, penanggulangan virus menular ini makin sulit ditangani mengingat tingginya angka kasus HIV/AIDS di tengah krisis pendanaan.

Kondisi ini terungkap pada kegiatan “Press Conference local Media – For ensuring Implementation Social Contracting”, yang digelar Yayasan Mitra Husada Sulsel, Rabu (16/10/2024) di RM Lokarasa, Jl. Pengayoman.

Manager Program Yayasan Mitra Husada Sulsel, Munadir menjelaskan bahwa OMS saat ini sangat bergantung pada pendanaan dari donor untuk program HIV/AIDS. Namun, realitas menunjukkan bahwa dukungan donor semakin berkurang.

Lebih jauh Munadir menjelaskan bahwa, status Indonesia sebagai “upper middle-income country”, menjadi isu krusial sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Sebab telah berdampak pada pendanaan donor internasional yang perlahan mulai
berkurang.

“Dalam isu penanggulangan HIV AIDS, OMS HIV selama ini hampir seluruhnya sangat bergantung pada dukungan donor internasional. Oleh karena itu, mekanisme swakelola menjadi opsi yang semakin relevan,” katanya.

Munadir menjelaskan bahwa Swakelola Tipe III memberikan kesempatan bagi OMS untuk berkolaborasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sesuai dengan visi dan misi mereka.

“Kami ingin memastikan bahwa OMS dapat mendapatkan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan program-program yang berdampak,” tambahnya.

Diskusi ini juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas OMS dalam mengelola program secara mandiri.

Melalui pelatihan dan penguatan pemahaman tentang mekanisme swakelola, diharapkan OMS dapat mengambil peran yang lebih aktif dalam pembangunan.

Lebih lanjut, Munadir menekankan pentingnya advokasi untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan dari pemerintah.

“Regulasi yang ada sudah mendukung kolaborasi antara pemerintah dan OMS. Yang diperlukan sekarang adalah upaya advokasi yang lebih intensif,” ujarnya.

Partisipasi aktif dari masyarakat menjadi kunci dalam mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan.

Dengan memanfaatkan Swakelola Tipe III, diharapkan lebih banyak anggota masyarakat yang terlibat dalam program-program kesehatan dan pencegahan HIV/AIDS.

Pemerintah sebagai fasilitator memiliki peran vital dalam mendukung OMS. Mereka perlu memberikan dukungan teknis dan sumber daya yang diperlukan agar kolaborasi ini dapat berjalan dengan lancar.

“Pemerintah harus memfasilitasi agar OMS dapat berkontribusi dalam pelayanan publik,” jelas Ikhsan.

Diskusi ini juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam pengelolaan program.

Melalui pertukaran informasi, diharapkan akan muncul inovasi dan solusi yang dapat diimplementasikan dalam konteks lokal.

Kesadaran ini akan mendorong partisipasi masyarakat dalam berbagai program pembangunan yang ada.

Dikutip di salah satu media lokal, Kementerian Kesehatan telah melaporkan, ada sekitar 4 ribu kasus baru HIV di Indonesia per bulannya.

Sulawesi Selatan masuk 10 besar dengan kasus HIV tertinggi di Indonesia. 10 provinsi itu adalah Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Papua, Sumut, Bali, Banten, Sulsel, dan Kalimantan Timur.

Secara kumulatif penemuan kasus HIV sudah mencapai 80 persen yaitu 19.033 ODHIV dari target estimasi ODHIV 23.759.

Fungsional Perencana Ahli Madya Bappeda Makassar, Ikhsan, menjelaskan bahwa Swakelola Tipe III adalah dana yang dialokasikan untuk dikelola oleh pihak ketiga, termasuk lembaga pendidikan swasta.

Ia menekankan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pelayanan publik bukan hanya mungkin, tetapi juga sangat penting.

“Pelayanan publik dapat dilakukan oleh masyarakat, asalkan memenuhi standar yang ditetapkan. Ini membuka ruang bagi masyarakat untuk terlibat aktif,” ungkap Ikhsan.

Dia juga menambahkan bahwa pengelolaan ini akan melibatkan barang dan jasa, dengan kolaborasi yang erat antara OMS dan lembaga terkait.

Menurutnya, pemahaman tentang Swakelola Tipe III masih perlu ditingkatkan, terutama di kalangan pihak-pihak yang terlibat.

“Masyarakat perlu menyadari bahwa mereka dapat berkontribusi dalam pelayanan publik.
Namun, masalah yang perlu dipecahkan adalah bagaimana mengimplementasikan swakelola ini secara efektif,” lanjutnya.

Baca Juga