Logo Header

Menakar Nasib Perempuan dalam Percaturan Politik Pilgub Sulsel 2024

Redaksi
Redaksi Jumat, 09 Agustus 2024 18:20
Bakal Calon Wakil Gubernur Sulsel dari kalangan perempuan, Fatmawati Rusdi.
Bakal Calon Wakil Gubernur Sulsel dari kalangan perempuan, Fatmawati Rusdi.

“Panggung politik masih begitu maskulin untuk perempuan berlaga, suara dan haknya kerap dikesampingkan-begitu juga nasibnya yang tidak pernah pasti pasca Pilkada”.

KPU

Perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang digelar serentak bersamaan dengan pemilihan gubernur (Pilgub) 2024 sudah di depan mata. Memasuki tahapan pendaftaran bakal calon Pilgub dan 24 Pilkada di Sulsel pada Agustus mendatang, suhu perpolitikan mulai panas. Saling sikut berebut usungan partai politik (Parpol) di antara para pesaing figur telah memanaskan panggung politik lima tahunan itu.

Di tengah riak-riak elit berebut kuasa, ada suara sumbang datang dari kelompok yang tak pernah didengar. Mereka adalah nelayan perempuan di wilayah pesisir Tallo Kota Makassar yang pupus harapan nasibnya bisa digantungkan di Pilkada. Pemimpin yang silih berganti setiap lima tahun, jika tidak kembali terpilih pada periode kedua dianggapnya tidak memberi pengaruh apa-apa untuk kelangsungan hidup yang lebih sejahtera.

Ibu Zaenab (48), salah seorang nelayan di wilayah pesisir Tallo mengaku belakangan gang sempit menuju pemukiman tempatnya tinggal, poster tuan puan dengan senyum manis nan rupawan berjejer di jalan. Tagline janji memberikan masa depan yang lebih baik untuk warga di sana menjadi pemikat demi meyakinkan pemilih.

“Sangging carita ji (omong besar), kalau sudah pemilihan tena mi battu (setelah pemilihan sudah tidak pernah lagi muncul,” kata Zaenab meluapkan kekecewaannya, Juli 2024. Seperti perhelatan politik yang lalu-lalu, Pilkada kali ini dianggapnya pun akan tetap sama.

Calon pemimpin yang datang dan meminta dipilih lalu kelak dibalas dapat membawa perubahan untuk warga pesisir yang terdampak pembangunan, hanyalah harapan yang tak kunjung terealisasi. Kemiskinan menjadi hal yang mustahil untuk diretas, begitu juga anak-anaknya yang makin sulit mengakses pendidikan yang lebih tinggi.

Zaenab bercerita sejak proyek pembangunan Pelabuhan Makassar New Port ditancapkan di wilayahnya sejak 2017 silam, kemiskinan masuk dalam kehidupan warga di sana. Merampas seluruh ruang-ruang penghidupan yang menjadi sumber mata pencaharian. Menambah penderitaan perempuan dan mengubur mimpi anak-anaknya untuk bersekolah.

Zaenab bersama suami dan 4 anaknya salah satu warga yang tinggal di gang sempit di wilayah Kelurahan Cambaya Buloa Kecamatan Tallo Kota Makassar. Rumah Zaenab salah satu dari ratusan rumah di pesisir Tallo yang dibangun saling berhimpitan di antara rumah-rumah warga lainnya. Rumah-rumah warga di sana hanya diantarai oleh jalan paving blok berjarak kurang dari satu meter antara tembok-tembok rumah di sebelahnya.

Di rumah persegi berukuran rumah kos mahasiswa, dimana ruang tamu dan dapur dijadikan satu ruangan yang difungsikan ganda, sementara ruang tidur diletakkan di lantai atas, menaikinya dengan menggunakan tangga kayu.

Diceritakannya, perairan spermonde di Makassar yang selama ini menjadi tempatnya mencari ikan dan kerang kini telah hilang tertimbun reklamasi Pelabuhan Makassar New Port (MNP).

Di mana MNP adalah proyek strategis nasional (PSN) yang berdiri di lahan reklamasi pantai di Kawasan Tallo. Pelabuhan ini dibangun untuk menunjang arus barang di Pelabuhan Soekarno-Hatta. MNP memiliki luas area 1.230 hektare dan direncanakan akan memiliki kapasitas peti kemas sebesar 5 juta TEUs per tahun.

Akibat pembangunan MNP, Zaenab dan sejumlah nelayan perempuan lainnya terpaksa harus mencari ikan lebih jauh ke tengah laut. Ketika melaut pun, hasil tangkapan sudah tidak sebanyak dulu “Kalau dulu sekali turun bisa dapat Rp 150- Rp 300 ribu, tapi sekarang untuk dapat Rp50 ribu susahnya minta ampun,” keluh Zaenab.

Saat pesta Pilkada tiba, Zaenab, begitu juga banyak perempuan pesisir korban pembangunan MNP masih menaruh harapan besar kepada calon-calon pemimpin ini bisa dititipkan amanah, mencari solusi dan titik terang terkait persoalan ekonomi yang dihadapinya. Meski harus mengulang kekecewaan yang sama karena hanya iming-iming janji manis dari politikus yang didapatnya.

Perempuan Pilih Perempuan Tidak Menggema

Pemilih perempuan berjumlah sedikit lebih banyak dibandingkan dengan pemilih laki-laki. Berdasarkan data, pemilih di Sulsel tercatat sebanyak 6.670.582, terdiri dari 3.244.626 pemilih laki-laki dan sebanyak 3.425.956 pemilih perempuan yang tersebar di 24 Kabupaten/kota, 313 kecamatan dan 3.059 kelurahan/desa di Sulsel.

Meski begitu, persentase pemilih perempuan yang jumlahnya jauh lebih banyak ini belum jadi stimulus untuk mendorong lebih banyak politisi dari kalangan srikandi ke panggung politik lima tahunan itu guna merebut suara perempuan.

Beberapa hal penyebabnya. Direktur Eksekutif Yasmib (Yayasan Swadaya MItra Bangsa Sulawesi), Rosniaty Azis mengungkapkan, pemilih perempuan sekalipun kuantitasnya lebih tinggi namun determinasi pilihannya jatuh kepada kandidat perempuan tidak bisa menjadi jaminan.

Apalagi sepanjang partisipasi perempuan di panggung politik, keberadaannya pun dianggap tidak mempresentasikan keterwakilan perempuan. Banyak perempuan berhasil duduk di kursi legislatif atau menjadi kepala daerah namun tidak mampu membawa perubahan untuk nasib perempuan jauh lebih baik.

Sebab, menurut Ros wajah politik perempuan secara umum baik di kanca nasional maupun regional saat ini juga belum bisa dilepaskan dari hubungan garis kekerabatan petinggi partai di dalamnya. Sehingga banyak figur perempuan meski tanpa kapasitas yang memadai- bisa melenggang mulus di percaturan politik sekelas Pilkada.

“Kita bisa lihat dari hasil Pileg 2024 ini, baik dari tingkat kota, provinsi, dan DPR RI. Siapa-siapa yang lolos itu, kan kebanyakan orang-orang yang bermodal dan dekat dengan relasi kekuasaan,”jelas Ros.

Termasuk beberapa figur perempuan yang namanya masuk dalam bursa pencalonan Pilgub dan Pilkada di 24 kabupaten di Sulsel. Beberapa dari mereka berhasil membawa pengaruh nama besar keluarga dengan bekingan finansial sebagai modal memenangkan tarung politik yang luar biasa sengit.

“Jadi kalau kemudian kepala-kepala daerah kita lantas tidak bisa menyuarakan aspirasi banyak perempuan, kapasitas mereka nihil, itu karena ketidakmampuan partai politik mempersembahkan calon pemimpin yang layak dipilih, punya kapasitas dan diharap bisa memperjuangkan aspirasi rakyat dan perempuan di dalam,”papar Ros.

Kondisi inilah yang memicu kekecewaan publik utamanya pemilih perempuan atas banyaknya kepala daerah yang tidak mampu menuntaskan masalah-masalah perempuan

“Perempuan pilih perempuan yang kita perjuangkan dan kampanyekan beberapa dekade yang lalu nampaknya harus dievaluasi. Dulu kita percayakan suara kita ke perempuan karena kapasitas mereka memang mendukung, tetapi kalau sekarang kemampuan seperti anggota DPRD perempuan kita harus dievaluasi, begitu juga untuk calon kepala daerah nanti”jelas Ros, sapaan Rosniaty menceritakan bagaimana awal mula slogan perempuan pilih perempuan itu didengungkan kisaran 1999 dan 2004.

Menurutnya perlu ada komitmen dari para figur bakal calon yang akan maju dalam gelanggang Pilkada, tidak saja sekedar janji dan wacana yang digunakan sebagai jualan. Kelak ketika terpilih dan memimpin Sulsel, nasib perempuan dan kelompok rentan lainnya bisa masuk dalam program prioritas.

“Ini penting untuk memastikan dan menjamin nasib perempuan dengan segala permasalahannya mendapat penanganan dengan baik. Kemiskinan, kekerasan seksual, masalah reproduksi dan akses pendidikan perempuan yang lebih luas,”katanya.

Pencalonan Perempuan di Pilkada Lebih Berat

Data dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terkait rekapitulasi hasil Pilkada tahun 2015 – 2018 menunjukkan, hanya ada 92 perempuan dari 1.084 kepala dan wakil kepala daerah yang terpilih. Data ini menunjukkan, bahwa perempuan yang terpilih persentasenya hanya 8,49 persen.

Ini menunjukkan bahwa ketokohan perempuan belum cukup diperhitungkan dalam kontestasi pemilihan kepala daerah, dengan berbagai macam hambatan-hambatan politik dan diskriminasi gender yang dibentuk lingkungan sosial telah mempersempit peluang politik perempuan di Pilkada- membuat pencalonan perempuan jauh lebih berat dibandingkan dengan figur laki-laki.

Salah satu figur potensial yang namanya masuk dalam bursa pemilihan gubernur (Pilgub) Sulsel, Indah Putri Indriani mengaku, pertarungan politik di Pilkada ini penuh dengan tantangan dan jauh lebih berat dibandingkan dengan tarung-tarung politik sebelumnya.

Apalagi jika melihat hasil Pileg 2024 dimana petahana dan caleg-caleg perempuan banyak berguguran, jadi sebab kursi perempuan di legislatif turun-, menurutnya akan jadi pelajaran bagi politisi perempuan, namun menurutnya bukan hal yang bisa dijadikan acuan perempuan tidak bisa bersaing di Pilkada.

Bupati Luwu Utara (Lutra) dua periode ini menjelaskan, dukungan perempuan pilih perempuan di ajang kontestasi politik tidak boleh berhenti hanya karena ketidakmampuan caleg perempuan mempertahankan dukungan masyarakat. “Ini sebenarnya bagaimana meyakinkan pemilih saja, ini tantangan kita kedepan”terang perempuan kelahiran 7 Februari 1977 itu.

Soal kemampuan perempuan menurut Indah masih kompatibel. Kalau masyarakat skeptis pada politisi perempuan yang dianggap tidak mampu mengakomodir aspirasi perempuan dan masyarakat secara umum, bagaimana dengan politisi laki-laki yang sejauh ini mendominasi kursi legislatif tapi juga tidak bisa membawa perubahan untuk perempuan.

Menurut Indah ada banyak hal yang perlu dibenahi dalam sistem pemilu saat ini, dimana kemampuan dan kompetensi dari sosok yang diusung tidak menjadi hal krusial hitungannya mengusung seseorang untuk mewakili masyarakat, baik itu sebagai legislator maupun kepala daerah.

Kinerja orang tidak lagi menjadi satu-satunya indikator untuk menentukan pilihan. Di tengah kondisi pemilih yang makin ke sini kian pragmatis, kata Indah tidak bisa dipisahkan dari kondisi ekonomi secara global, nasional dan regional yang sulit.” Atau ada faktor lain, misalnya kepercayaan ke legislator sehingga masyarakat menjadi pragmatis,”katanya.

Terang-terangan dengan kasat mata bagaimana permainan politik uang terjadi saat Pemilu lalu. Dari banyak kajian yang dilakukan, bagaimana orang-orang kata Indah memilih karena adanya Bantuan Langsung Tunai (BLT), disalurkan sembako dan uang.

“Jadi masyarakat memilih bukan lagi karena keinginan mereka untuk suaranya diwakili tapi lebih pada karena ada manfaat jangka pendek yang mereka dapatkan di dalam proses pemilihan itu,”jelasnya.

Tidak hanya politik uang yang menghambat politik perempuan. Indah menceritakan pengalamannya dua kali maju di Pilkada Lutra, ingat betul bagaimana kampanye negatif diarahkan kepadanya untuk tidak memilih sosok perempuan sebagai pemimpin.

Mulai dari selebaran, hingga buku saku yang membedah dengan menggunakan pendekatan teologi dan menjustifikasi bahwa perempuan memiliki keterbatasan untuk menjadi kepala daerah.” Tantangannya kencang banget setiap ada perempuan ingin mencalonkan,”terangnya.

Indah mempelajari pemahaman itu perlahan sudah bergeser, masyarakat pun semakin tercerahkan untuk tidak terkooptasi dengan isu-isu yang menghambat kemajuan perempuan itu sendiri dalam ranah politik. Di Luwu terutama kata Indah, yang secara histori masyarakatnya punya kedatuan perempuan yang berhasil memimpin, termasuk banyaknya tokoh-tokoh perempuan yang sekarang dijadikan sebagai pahlawan yang dikenal cukup baik.

Begitu juga dengan penerimaan masyarakat Sulsel secara keseluruhan, Indah optimis Pilkada 2024 akan banyak sosok-sosok perempuan yang muncul meramaikan pertarungan politik. “Dan saya punya mimpi, mimpi saya yang jangka pendek ini- saya bukan perempuan satu-satunya yang bisa menjadi kepala daerah, di Sulsel Insha Allah tidak berhenti di saya,”terang Indah.

Terlepas bagaimana faktor yang melatarbelakangi sosok-sosok perempuan ini muncul di panggung politik, apakah faktor karena diuntungkan oleh lingkungan keluarga yang merupakan elit dari parpol atau karena memang dari pribadi perempuan yang memang kapabel.” Terlepas itu bahwa semakin banyak perempuan yang bertarung di dunia politik merupakan fenomena positif, dan kita bersyukur untuk itu,”katanya.

Selain Indah, figur dari kalangan perempuan yang disebut-sebut bakal turut meramaikan perhelatan politik lima tahunan di Sulsel adalah sosok mantan Wakil Walikota Makassar, Fatmawati Rusdi yang tidak lain adalah istri dari Ketua DPW Nasdem Sulsel, Rusdi Masse.

Sementara untuk arena pertarungan Pilkada di beberapa daerah di Sulsel, ambil contoh di Makassar- sosok Indira Jusuf Ismail, istri dari Walikota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto juga digadang-gadang akan turut meramaikan Pilwalkot Makassar. Nama lainnya seperti Meity Rahmatia, Andi Rahmatika Dewi juga masih senter terdengar di perbincangan politik lokal.

Di kabupaten/kota lainnya di Sulsel, nama-nama perempuan yang turut diorbitkan untuk persiapan Pilkada seperti Ketua DPRD Sulsel, Andi Ina Kartika Sari- dimana balihonya sudah merambah di setiap sudut-sudut Kabupaten Barru sebagai kandidat bupati. Ada lagi Ulfah Nurul Huda Suardi yang merupakan putri Bupati Barru saat ini juga digadang-gadang akan ikut mencalonkan.

Husniah Talenrang di Gowa, Suhartina Bohari di Maros, Erna Rasyid Taufan, di Kota Parepare. Selain itu ada nama Kanita Kahfi yang akan maju di Pilkada Bantaeng, dan Nur Kana’ah yang siap mendampingi Saharuddin Alrif di pilkada Sidrap.

Menurut Hasruddin Nur salah satu akademisi yang membidangi ilmu politik menjelaskan bahwa fenomena hari ini tentang munculnya nama-nama figur perempuan di pilkada 2024 merupakan sebuah pembuktian bahwa pemilihan kepala daerah ini sudah saatnya para perempuan mengambil peran sentral dalam kanca politik.

Hadirnya para bakal calon perempuan, membuat dinamika dan pertarungan politik semakin memanas. Hal ini didasari karena bentuk figur yang akan maju membuat komunikasi politik di elite parpol semakin ketat dan mereka juga patut di perhitungkan. Modal pengalaman politik yang dimiliki oleh beberapa bakal calon perempuan ini menjadi dasar para elite politik untuk bisa melirik mereka.

“Tapi harus dipahami bersama bahwa kembali lagi politik itu adalah seni untuk mengelola kepentingan. Maju menjadi calon kepala daerah dan mendapatkan rekomendasi partai politik sebagai syarat semuanya akan ditentukan dengan melihat bagaimana komunikasi politik yang akan terjadi kedepannya,”terang Hasruddin.

Alumni S3 Ilmu Sosiologi UNM ini berharap pilkada 2024 yang akan dilaksanakan beberapa bulan kedepan akan bisa melahirkan pemimpin yang mampu memberikan kontribusi untuk kemajuan dan perkembangan daerah serta memberikan bentuk pelayanan publik yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

Cek Fakta Keberpihakan Terhadap Perempuan

Wajah bursa bakal calon gubernur Sulsel jelang pendaftaran di KPU pada Agustus mendatang masih didominasi kaum laki-laki. Hanya ada dua figur perempuan yang namanya paling sering disebut berpotensi berlaga adalah politisi Nasdem, Fatmawati Rusdi dan Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani.

Sementara lainnya masih didominasi figur laki-laki. Diantaranya ada Walikota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto, mantan Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, Ketua DPD Gerindra Sulsel, Andi Irwan Darmawan Aras, dan Ilham Arief Sirajuddin (IAS).

Hingga saat ini, percaturan politik Pilgub Sulsel masih sangat dinamis seiring wacana kotak kosong kian menguat-dengan hanya akan diikuti satu pasang saja yakni pasangan Andi Sudirman Sulaiman -Fatmawati Rusdi.

 

Jelang pendaftaran, pasangan ini telah mengantongi 24 kursi. Rinciannya Nasdem 17 kursi dan Demokrat 7 kursi. Bahkan, Gerindra digadang-gadang akan menyusul menetapkan pasangan ini untuk diusung.

Sementara rivalnya belum ada satupun yang mampu mencukupkan minimal 17 kursi. Wali Kota Makassar, Danny Pomanto saat ini baru mengumpulkan 15 kursi. yakni PPP 8 kursi, PDIP 6 kursi dan Hanura 1 kursi.Tersisa 2 kursi lagi untuk bisa mendaftar ke KPU.

Adapun Ilham Arief Sirajuddin (IAS) lebih parah, karena baru mengamankan 1 kursi Hanura. Selebihnya, IAS belum mendapat surat tugas dari partai manapun.

Di tengah geliat persaingan politik ini, diantara nama-nama tersebut, belum ada satupun dari mereka yang pernah menyinggung terkait akan seperti apa Sulsel akan dibangun lima tahun kedepan. Termasuk perhatiannya terhadap masalah-masalah perempuan.

Andi Sudirman Sulaiman (ASS) misalnya, saat masih menjabat sebagai Plt Gubernur lalu, dalam pemberitaan dan jejak akun media sosialnya saat menghadiri Ground Breaking Tol Makassar New Port (MNP), luput dalam memberikan perhatian bagaimana mengembalikan penghidupan ekonomi perempuan pesisir yang terdampak oleh pembangunan. Padahal bertahun-tahun perempuan pesisir Tallo berbelas kasih kepada pemerintah Sulsel yang dipimpin ASS kala itu, namun tidak pernah ada perhatian.

Hadir Sekretaris Jenderal (Sekjen) PUPR, Ir. Mohammad Zainal Fatah; Deputy I Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Febry Calvin Tetelepta; Direktur Utama PT. Nusantara Infraatructure Tbk, M. Ramdani Basri. Turut hadir Anggota DPR RI, Muhammad Aras; Sekda Provinsi Sulsel, Abdul Hayat Gani, serta Wakil Walikota Makassar, Fatmawati Rusdi.

Padahal protes mengenai reklamasi pantai untuk pembangunan pelabuhan Makassar New Port sejak awal disuarakan penolakannya oleh masyarakat terlebih perempuan. hal ini dilakukan karena memiliki dampak buruk terhadap masyarakat yang tinggal dan hidup di wilayah tersebut. Pembangunan tersebut tidak hanya menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup, tapi juga merampas ruang kelola perempuan pesisir dan nelayan tradisional.

Figur lain yang namanya juga masuk dalam bursa kandidat bakal calon gubernur adalah, mantan Panglima Kodam XIV Hasanuddin,Mayjen TNI (Purnawirawan) Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki, memberikan pandangannya terkait kelompok minoritas di Sulsel.

Menurutnya semua potensi sumber daya, harus dapat dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan di Sulsel, dengan tidak membatasi pada perbedaan gender. Kelompok minoritas jangan hanya dijadikan sebagai alat meraup suara, namun bagaimana memberdayakan mereka menjadi manusia yang produktif untuk kemajuan ekonomi.

Hal inilah yang dijanjikan pria berlatar belakang militer dengan slogan ‘Panglimata’ itu kelak jika diberi amanah dan berhasil duduk di kursi kekuasaan.

“Ya, tapi saya berbicara soal skill atau kemampuan,” katanya. “Kalau dia (kelompok minoritas) punya skill atau kemampuan, saya kira secara otomatis akan dapat ruang, akan dapat posisi tanpa melihat ini (kelompok minoritas) karena sekarang ini anak bangsa diharap punya daya saing.” tambah Panglimata.

Lebih jauh ia menguraikan konsepnya untuk memajukan daerah di Sulsel, yakni melalui suatu program mengembangkan ekonomi biru. Dalam program tersebut semua pihak termasuk perempuan harus dilibatkan.

Sebab menurutnya, Indonesia sangat minim dalam pengembangan ekonomi biru, terutama pada bidang perikanan, bahari dan pariwisata. “Ini salah satu sektor yang harus saya programkan lima tahun kedepan,” katanya “Tentunya saya akan berkolaborasi dengan seluruh stakeholder di 24 kabupaten dan kota.”katanya.

Penulis : Rahma Amin
Redaksi
Redaksi Jumat, 09 Agustus 2024 18:20
Komentar