Logo Header

Rencana Pensiun Massal PNS 2023, Ini Kabar Terbarunya

Mutmainnah S. Sabrah
Mutmainnah S. Sabrah Senin, 30 Januari 2023 08:00
(Ilustrasi).
(Ilustrasi).

WAJAHINDONESIA.CO.ID,Jakarta – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memastikan, rencana pensiun dini massal tidak akan serampangan diterapkan dalam waktu dekat. Sebab, tujuannya bukan untuk efisiensi.

Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Alex Denni mengatakan, sebelum sampai pada tahap pembahasan pensiun dini massal, pemerintah terlebih dahulu harus mengkalkulasi jumlah ASN dengan kebutuhan kerja pembangunan negara secara keseluruhan.

“Itu kan hitung-hitungannya mesti mantap dulu. kebutuhannya jangan sampai orangnya kita pensiunin terus kita rekrut lagi. Kita kan lagi pembangunan, percepatan segala macam,” kata dia saat ditemui di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (27/1/2023).

Kendati begitu, ia mengakui, dengan adanya rencana pengaturan skema pensiun dini massal, nantinya akan menyebabkan pengurangan jumlah pegawai di instansi pemerintahan. Namun, pelaksanaan pengurangan itu tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.

“Bicara organisasi itu kan goalnya itu efektifitas, bukan efisiensi. (Pengurangan) tidak dalam waktu dekat, orang kita mau persoalan non ASN (honorer) saja belum selesai kita rekrut, masa ini kita rekrut terus ASN nya kita berhentiin. Tapi dikaji terus kemungkinan-kemungkinannya,” ujar Alex.

Wacana pengaturan pensiun dini massal Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini telah dimuat dalam draf revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Rencana ini menjadi sorotan karena akan mengubah tatanan sistem ASN di Tanah Air.

Tak pelak hal ini menimbulkan pembahasan dari berbagai pihak, termasuk pakar kebijakan publik. Tak sedikit yang membahas untung rugi dalam pelaksanaan kebijakan ini.

Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah Prawiraharja menuturkan, terdapat sisi positif dan negatif dari implementasi kebijakan tersebut. Salah satunya dari aspek pelayanan publiknya.

Sisi positifnya, pengaturan pensiun dini massal akan memberikan ruang efisiensi bagi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Apalagi, uang pensiun para ASN itu hingga kini masih ditanggung sendiri pemerintah pusat.

“Kalau bisa dilakukan massal berarti mengurangi beban APBN karena asumsinya kan kalau mereka tetap bekerja terus, sampai usia pensiun selesai, itu kan nanti pesangon yang diterima makin hari makin banyak, apalagi uang pensiunnya menjadi beban APBN selama ini,” kata Trubus, Senin (16/1/2023).

Adapun sisi negatif kebijakan pensiun dini massal bisa melumpuhkan proses pelayanan publik, jika skema yang digunakan tidak memperhitungkan kemampuan teknologi dan sistem merit yang proporsional.

“Di kita lama penggantiannya, itu harus melalui pengadaan ASN dulu, proses anggaran dulu, itu jadi masalah,” ujarnya.

Dia mengaku khawatir nanti selama masa transisi itu layanan publik terbengkalai. “Artinya publik yang dirugikan, pemerintah seolah-olah tidak terbebani lagi APBN nya,” kata Trubus.

Trubus menyarankan agar pemerintah dapat menerapkan skema penyederhanaan organisasi ASN sambil menjaga keberlanjutan pelayanan publik secara cepat melalui skema yang telah diterapkan di negara-negara lain, seperti Jerman, Australia, Jepang, maupun Kanada.

“Mereka kerja sama dengan perguruan tinggi, mahasiswanya yang rangking 1-10 atau sampai 20 sudah direkrut, dilatih, langsung dijejali dengan pelatihan, misal 3 bulan saja mereka sudah bisa mengoperasikan segala macam terkait IT nya,” kata Trubus.

Melalui skema rekrutmen yang bekerja sama dengan universitas dan tidak lagi hanya pada sekolah kedinasan, maka ASN yang diperoleh menurutnya akan lebih profesional dan kompeten sebagaimana pola rekrutmen menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT) selama ini.

“Itu kan hitung-hitungannya mesti mantap dulu. kebutuhannya jangan sampai orangnya kita pensiunin terus kita rekrut lagi. Kita kan lagi pembangunan, percepatan segala macam,” kata dia saat ditemui di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (27/1/2023).

Kendati begitu, ia mengakui, dengan adanya rencana pengaturan skema pensiun dini massal, nantinya akan menyebabkan pengurangan jumlah pegawai di instansi pemerintahan. Namun, pelaksanaan pengurangan itu tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.

“Bicara organisasi itu kan goalnya itu efektifitas, bukan efisiensi. (Pengurangan) tidak dalam waktu dekat, orang kita mau persoalan non ASN (honorer) saja belum selesai kita rekrut, masa ini kita rekrut terus ASN nya kita berhentiin. Tapi dikaji terus kemungkinan-kemungkinannya,” ujar Alex.

Wacana pengaturan pensiun dini massal Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini telah dimuat dalam draf revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Rencana ini menjadi sorotan karena akan mengubah tatanan sistem ASN di Tanah Air.

Tak pelak hal ini menimbulkan pembahasan dari berbagai pihak, termasuk pakar kebijakan publik. Tak sedikit yang membahas untung rugi dalam pelaksanaan kebijakan ini.

Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah Prawiraharja menuturkan, terdapat sisi positif dan negatif dari implementasi kebijakan tersebut. Salah satunya dari aspek pelayanan publiknya.

Sisi positifnya, pengaturan pensiun dini massal akan memberikan ruang efisiensi bagi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Apalagi, uang pensiun para ASN itu hingga kini masih ditanggung sendiri pemerintah pusat.

“Kalau bisa dilakukan massal berarti mengurangi beban APBN karena asumsinya kan kalau mereka tetap bekerja terus, sampai usia pensiun selesai, itu kan nanti pesangon yang diterima makin hari makin banyak, apalagi uang pensiunnya menjadi beban APBN selama ini,” kata Trubus kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (16/1/2023).

Adapun sisi negatif kebijakan pensiun dini massal bisa melumpuhkan proses pelayanan publik, jika skema yang digunakan tidak memperhitungkan kemampuan teknologi dan sistem merit yang proporsional.

“Di kita lama penggantiannya, itu harus melalui pengadaan ASN dulu, proses anggaran dulu, itu jadi masalah,” ujarnya.

Dia mengaku khawatir nanti selama masa transisi itu layanan publik terbengkalai. “Artinya publik yang dirugikan, pemerintah seolah-olah tidak terbebani lagi APBN nya,” kata Trubus.

Trubus menyarankan agar pemerintah dapat menerapkan skema penyederhanaan organisasi ASN sambil menjaga keberlanjutan pelayanan publik secara cepat melalui skema yang telah diterapkan di negara-negara lain, seperti Jerman, Australia, Jepang, maupun Kanada.

Melalui skema rekrutmen yang bekerja sama dengan universitas dan tidak lagi hanya pada sekolah kedinasan, maka ASN yang diperoleh menurutnya akan lebih profesional dan kompeten sebagaimana pola rekrutmen menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT) selama ini. (dikutip/cbnc).

Mutmainnah S. Sabrah
Mutmainnah S. Sabrah Senin, 30 Januari 2023 08:00
Komentar