Oknum Kepala Dusun di Desa Topanda Kabupaten Bulukumba Diduga Memalsukan Data Identitas
WAJAHINDONESIA.CO.ID, BULUKUMBA – Dugaan perubahan data identitas seorang oknum Kepala Dusun di Desa Topanda Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba berinisial Hj. S menjadi kabar hangat belakangan ini, Rabu (11/Mei/2022).
Masa jabatan oknum kadus tersebut seharusnya berakhir pada bulan januari 2022 sesuai data Tahun kelahirannya 1962, akan tetapi ada upaya memperpanjang masa jabatannya sampai tahun 2024 dengan cara merubah Tahun kelahiran di beberapa dokumen berupa Ijazah, KTP, Akta Kelahiran dan KK dengan cara memperlihatkan foto copy dengan alasan aslinya hilang sehingga di berikanlah surat keterangan Hilang dari kepolisian.
Hj. A. Mawarwati yang merupakan Wakil Ketua BPD Desa Topanda kepada media menjelaskan proses perubahan data identitas pribadi tersebut.
“Dari ijazah SD, SMP, dan SMEA dasar itulah dia pakai untuk mendapatkan rekomendasi pengganti ijasah dari DIKNAS, Kemudian mengajukan permohonan ke DUKCAPIL untuk Merubah Tahun kelahirannya Di Akta Lahir KTP dan KK. sehingga di proseskan dan Berubah tahun Kelahirannya dari Thn 1962 menjadi thn 1964. Dengan dokumen inilah di serahkan ke Dinas PMD untuk Di akui dan di tetapkan jabatan Kepala dusun yg berakhir thn 2024”, terang Andi Mawar.
Andi Mawar yang juga Ketua Komite SD 98 Bontomanai tersebut lanjut menjelaskan bahwa setelah dilakukan pengecekan ulang di Data Induk Sekolah pada sekolah asalnya diperoleh keterangan ternyata Tahun Kelahirannya adalah 1962.
“Dengan kelanjutan jabatan kadus menjadi pertanyaan dari masyarakat dan BPD. Sehingga Keberatan dan mempertanyakan knp ini bisa terjadi, di indikasikan ada ketidak cocokan untuk menerima sehingga Pihak BPD sebagai pengawas mengkroscek data kebenarannya dari sekolahnya sehingga di peroleh data dari dokumen induk Sekolah ternyata Tahun Kelahirannya 1962, Ini menjadi data pembanding yg di perlihatkan Sehingga dapat di katakan yg bersangkutan diduga mengubah dan memalsukan data”, lanjutnya.
Andi mawar sangat menyayangkan ini bisa terjadi, dan mempertanyakan kenapa hal seperti ini dapat dengan mudah melalui beberapa tahap administrasi terutama di wilayah Pemdes yang seharusnya tertib dan transparan mengingat konsekuensi dari perbuatan ini pelaku dapat dijerat Pidana sesuai aturan yang berlaku.
“Saya pribadi sangat menyayangkan hal seperti ini bisa terjadi, mengingat UU adminitrasi Kependukan Pasal 93 setiap penduduk dgn sengaja memalsukan surat data dan atau dokumen kpd istansi pelaksana di jerat Pidana 6 tahun denda 50 jt kemudian pasal 94 setiap org memerintahkan atau memfasilitasi melakukan manifulasi data kependukan sebagaimana di maksud pasal 77 di pidana penjara 6 tahun denda 75 juta. Inikan jelas aturannya jadi seharusnya kita sebagai warga negara yang taat hukum tidak boleh seenaknya”, pungkasnya.
- 1